Main dengan razan pagi-pagi diwarnai dengan acara jadukan. Bibir bunda berdarah dan jidat razan memerah. Masih tetep ketawa-ketawa, enggak nangis dan masih dilanjutkan dengan acara panjat-memanjat tumpukan bantal. Kali ini Razan ngglundung diantara tumpukan bantal, kasur dan lemari.
Awalnya diam dan nggak nangis, lama-kelamaan nangis juga. Alamat ada yang sakit, pikir saya. Sambil Razan nenen, saya coba mencari-cari kalau ada bagian tubuh razan yang sakit. Sepertinya tidak ada. Dan razan main lagi. Menata-nata buku di rak, mengeluarkannya dari rak dan menggantinya dengan tempat minum Razan serta mainan-mainan lainnya. Khusyuk dan asik.
Meskipun begitu, Razan tetap saja tau kalau mau ditinggal pergi dan akhirnya nangis. Ah toleku...meskipun ritual ini terjadi setiap hari dalam kehidupan kita, tetap saja kau tidak rela bunda tinggalkan. Dan semuanya berakhir dengan gendongan mbah kakung. Digendong di belakang, di atas tulang mbah kakung yang semakin hari kian renta. Tapi semuanya terasa damai. Razan tersenyum. Dan saya bisa dengan ikhlas meninggalkan razan.
![]() |
Senyum sumber semangat |
Maafkan kami ya tole, karena Allah masih menghendaki untuk kita terus berjuang. Jika memang hidup harus berjuang, maka makna berjuang adalah hal terindah yang dapat kami berikan untukmu. Love you more Razan boy :-*
1 komentar:
Posting Komentar