Belakangan ini saya merasa seperti penganten baru, baru saja menikah dan baru saja punya suami, punya keluarga baru dan suka masak-masak untuk keluarga barunya, ngedapur untuk keluarga tercinta. Sudah hampir dua bulan ini ayah aka suami saya pindah kerja di Jogja dan saya punya kegiatan baru, ngedapur untuk nyiapin buka-sahur ayah, dan nyiapin sarapan serta bekal makan siang ayah saat tidak puasa.
Dulu, pas ayah masih kerja di luar kota dan bercerita tentang menu-menu makan yang disantapnya saya sering merasa prihatin, makan sahur dan buka dengan menu 'sak kecekele' dan pula jam makan siang dan sarapan yang sering kali dirapel karena cari praktisnya. Dan betul saja, kebiasaan buruk tersebut berbuah pahit karena kemudian ayah terkena sakit lambung, bahkan harus cuti seminggu untuk benar-benar memulihkannya.
Selain karena request dari suami, aktivitas ngedapur juga karena tuntutan dari si kecil Razan. Sejak masih MPASI, Razan itu tidak begitu suka dengan masakan warung. Jadilah ibunya harus turun tangan sendiri untuk menyediakan maeman untuk Razan. Dan sebenarnya itu tidak terlalu repot, karena Razan itu doyan makan apa saja asal makana rumahan. Menu Sop Brokoli sampai telur goreng pun oke buat Razan asal itu bukan makanan warung.
Dan ternyata aktivitas ngedapur itu menyenangkan lo, bisa jadi tempat untuk beraktualisasi, mengeksplorasi kemampuan memasak dan mencoba menu-menu baru. Sayang, sekarang ini ngedapurnya masih di dapur mbah uti. Semoga ya segera punya dapur sendiri untuk bisa mengeksplor lebih banyak kemampuan ngedapurnya. amin :)
0 komentar:
Posting Komentar